IPOL.ID – Empat Warga Negara Indonesia (WNI) diduga terlibat dalam sindikat pembobolan transaksi dana perusahaan di Korea Selatan, Simwoon Inc dan Taiwan, White Wood House Food, dan perusahaan mitra. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pun mengendus dan cepat bertindak menangkap tersangka berinisial CR, 25; NT, 38; YH, 24; serta SA alias FR.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Asep Suheri membeberkan, modus yang digunakan dalam kejahatan ini adalah memaksa masuk ke komunikasi perusahaan korban dengan mitra dagangnya yang berada di luar negeri. Sindikat ini juga membuat perusahaan palsu.
Dalam kasus ini, lanjut dia, sindikat menggunakan identitas palsu. Identitas yang digunakan membuat dokumen seperti SIUP, SIB, akta notaris, dan lainnya. Perusahaan itu yang dimiripkan dengan perusahaan mitra, selanjutnya berpura-pura menjalin komunikasi. Email pun dikamuflasekan dengan mengganti satu digit angka di belakangnya.
Setelah itu, saat komunikasi antara tersangka dengan perusahaan korban terjalin. Para tersangka menyampaikan bahwa ada sejumlah perubahan dalam nomor rekening, tempat negara dan nomor rekening.
“Nah ini mungkin juga setelah kami dalami, kenapa itu sampai terjadi (transaksi dengan tersangka) tanpa pengecekan, tanpa ada konfirmasi,” ungkapnya pada awak media dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/10).
Dalam aksinya, sambungnya, para tersangka menggunakan modus penipuan business e-mail compromise (BEC) atau berkamuflase sebagai perusahaan mitra yang mengirimkan surat elektronik (surel) pemberitahuan perubahan nomor rekening itu tadi.
Seusai ada konfirmasi transfer dari perusahaan korban, anggota dalam sindikat itu mengambil uang yang diterima. Lalu ditarik tunai untuk diubah ke dalam valuta asing USD.
“Untuk korbannya perusahaan SW dari Korsel dan WHF dari Taiwan. Yang menyebabkan kerugian untuk perusahaan SW sejumlah Rp82 miliar. Sedangkan perusahaan WH mengalami kerugian Rp2,8 miliar,” bebernya.
Empat tersangka pun memiliki perannya masing-masing. Untuk tersangka berinisial CR, 25, warga Jakarta Selatan berperan sebagai pendiri perusahaan palsu yang menerima aliran dana dari tindak pidana tersebut.
Kemudian, tersangka lain berinisial NT, 38, yang merupakan warga Depok, Jabar berperan sebagai Direktur perusahaan palsu. Lalu, tersangka YH, 24, warga Jakarta Selatan yang diduga membuat rekening dengan identitas palsu. Rekening itu digunakan untuk menerima aliran dana.
Terakhir, tersangka berinisial SA alias FR, warga Jakarta Pusat yang juga membuka rekening di salah satu bank menggunakan identitas palsu juga untuk menampung aliran dana hasil tindak pidana. Pada petugas, para tersangka mengaku telah menjalankan aksinya sejak 2020 lalu.
“Di sini kami kembangkan yang mana masih ada beberapa orang lagi yang kami lalukan pendalaman. Data sudah kami kantongi, tinggal melakukan tindakan,” tegasnya.
Kepolisian menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya tiga KTP tersangka, 1 NPWP tersangka, surat izin usaha, cap perusahaan, 4 kartu ATM, 9 buku cek dari perbankan, uang tunai Rp29 miliar, 3 unit ponsel, 90 buku tabungan dari berbagai bank, paspor para tersangka dan 1 unit sepeda motor.
Tak hanya itu, Bareskrim Polri melakukan sita akta notaris pendirian perusahaan, bukti transaksi penukaran mata uang asing dan bukti pengembalian dana dari bank. Delapan saksi dalam kasus penipuan ini telah diperiksa petugas.
Dalam kasusnya, para tersangka dijerat pasal 45 Ayat 1 jo Pasal 28 Ayat 1 UU 19 Tahun 2016 karena menyebarkan berita bohong yang menyebabkan kerugian melalui transaksi elektronik yang disebut pasal 45 huruf a dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Selanjutnya, Pasal 3, 4, dan 5 UU 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pasal 82 dan 85 UU 3 Tahun 2011 tentang tindak pidana transfer dana. Pasal 82 yang ancaman hukumannya 4 tahun penjara, denda Rp1 miliar. Serta pasal 85 dengan ancaman hukuman 5 tahun kurungan dan denda Rp5 miliar. (ibl)