IPOL.ID – Bejat! Seorang oknum guru sekaligus pimpinan pondok pesantren di Kota Bandung, Herry Wirawan alias Heri bin Dede, mencabuli 12 santrinya yang masih berusia belia, 16-17 tahun, berulangkali dicabuli. Beberapa di antaranya hamil hingga melahirkan.
Lebih tak manusiawinya lagi, perbuatan bejatnya itu dilakukannya juga di hotel dengan menyelewengkan dana bantuan dari pemerintah untuk ponpesnya.
Kabarnya ada sembilan bayi lahir dari santri-santri yang dicabulinya. Dua lainnya masih dalam kandungan.
Herry yang berstatus terdakwa mulai menjalani sidang untuk mempertanggungjawabkan aksi bejatnya itu. Pada sidang perdana, Selasa (7/13), terungkap bahwa terdakwa memperdaya korban dengan bujuk rayu mautnya.
Ada yang diiming-imingi menjadi polwan, pengurus ponpes hingga dibiayai hingga kuliah. “Terdakwa menjanjikan akan menjadikan korban polisi wanita,” kata jaksa dalam salinan surat dakwaan.
Dalam poin dakwaan lainnya, jaksa juga menyebutkan bahwa terdakwa juga memperdaya korban dengan iming-iming janji bahwa korban akan dijadikan pengurus pesantren. Bahkan, terdakwa pun menjanjikan akan membiayai hidup dan kuliah korban.
“Terdakwa menjanjikan akan membiayai kuliah dan mengurus pesantren,” ujar jaksa.
Pada salinan dakwaan juga disebutkan para korban umumnya terjebak bujuk rayu terdakwa dengan alasan istrinya tidak mau berhubungan intim. Plus, mertua terdakwa yang tak mau memiliki banyak anak.
Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Dodi Gazali Emil, menyeburkan, perbuatan cabul dilakukan Herry di berbagai tempat. Di antaranya, di Yayasan Pesantren TM, Yayasan Kompleks Sinergi, Pesantren MH, Basecamp, Apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.
“Perbuatan terdakwa dilakukan tahun 2016 sampai 2021,” ujar Dodi, Rabu (8/12).
Selain melakukan perbuatan biadab dan tak bermoral menyetubuhi belasan santrinya, oknum guru dan pimpinan pondok pesantren di Kota Bandung, Herry Wirawan alias Heri bin Dede juga melakukan tindak pidana lainnya.
Herry juga menyalahgunakan dana bantuan pemerintah yang seharusnya menjadi hak santri-santrinya hingga mengeksploitasi santrinya demi keuntungan ekonomi pribadinya.
“Yayasan (pesantren) itu dijadikan modus operandi kejahatannya,” ungkap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, Asep N Mulyana, Kamis (9/12).
Menurut Asep, dugaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa tersebut berdasarkan pengumpulan data dan penyelidikan yang telah dilakukan intelejen di Kejati Jabar. (mim)