IPOL.ID – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareksrim Polri membongkar kasus penipuan investasi ilegal robot trading Evotrade. Dalam kasus ini Polisi menetapkan enam tersangka yakni AD dan AMA, yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron, AK, D, DES, dan MS.
Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Whisnu Hermawan menyampaikan, PT Evolusion Perkasa Group melakukan penjualan aplikasi robot trading dengan nama Evotrade, sebagai perangkat transaksi Forex.
“Ini menjual aplikasi robot trading ini tanpa izin, bahkan dalam melaksanakan kegiatannya melakukan sistem ponzi atau sistem piramida, member ke member,” ungkap Brigjen Pol Whisnu di Mabes Polri, Rabu (19/1).
Whisnu membeberkan, dalam aksinya, para pelaku menggunakan skema piramida atau ponzi untuk menjual aplikasi tak berizin tersebut. Pelaku menjual aplikasi robot trading dengan tiga paket penawaran seharga, USD150, USD300, dan USD500. Para member yang akan join diharuskan ikut menggunakan referral link yang telah disediakan.
“Jadi bukan barangnya yang dijual, tapi sistemnya, jadi kalau ada enam layer. Jadi kalau ikut dalam bisnis tersebut kemudian mendapatkan member, maka mendapatkan 10 persen, kemudian mendapatkan member lagi mendapatkan 6 persen, jadi seterusnya begitu, berjenjang hingga 20 persen,” kata Whisnu.
Whisnu mengatakan, dalam kasus ini pihaknya menetapkan enam tersangka yakni AD dan AMA yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron, AK, D, DES, dan MS. Jumlah member yang sejauh ini telah terkumpul sebanyak 3.000 tersebar mulai dari Jakarta, Bali, Surabaya, Malang, Aceh dan lainnya.
“Kegiatan usaha perdagangan ini tidak memiliki perizinan di bidang perdagangan yang diberikan oleh kementerian,” tambah Whisnu.
Adanya kasus aplikasi Robot Trading ini, katanya, perusahaan itu menjual aplikasi Robot Trading dengan sistem piramida (member). “Jadi bukan barangnya yang dijual, tapi sistemnya,” ujarnya.
Dia menjelaskan, dalam proses Robot Trading ini, sah selama ada perizinannya. Ternyata yang ditemukan sambungnya, menjual aplikasi dengan skema single marketing, bukan multi level. Ditawarkan dengan keuntungan 6 kaki paling bawah, 2 persen.
“Kita dapatkan 3 nama AD, AM dan A dalam kasus Robot Trading ini. Ini kelompok baru, modusnya sama tapi pelakunya beda dan piramidanya pun tersendiri. Semuanya mengatasnamakan pemerintah, tender dan barang,” ungkapnya.
“Meski mereka murni penjual aplikasi, namun ada tersangka lagi di luar negeri dan jika ada buktinya maka akan kita jadikan tersangka. Sedangkan yang buron AD dan AMA adalah otak yang menggerakkan Robot Trading ini,” tandasnya.
Namun, diutarakannya, dua tersangka yang di luar, direktur utama AK tidak mengerti apa-apa. Sedangkan satu orang lagi yang mencari dokumen hanya digaji Rp500 ribu sebagai tenaga pengajar, D.
Dalam kasusnya, para tersangka dikenakan Pasal 105, 106 UU No. 7 Tahun 2014 tentang perdagangan. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp10 miliar.
Sementara, Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Robot Trading Evotrade adalah kegiatan bisnis yang salah. Diimbaunya, agar kedepannya masyarakat tidak tergiur lagi, tidak mudah tergoda dan menyuntikan modal yang ilegal itu. “Jangan ada lagi korban, dan ini pelajaran yang harus diketahui masyarakat,” tutupnya. (ibl)