Kasus minyak goreng masih menghantui masyarakat Indonesia sampai detik ini, terutama bagi yang mayoritasnya yang berekonomi menengah ke bawah. Naiknya minyak goreng sangat sensitif terhadap pendapatan kelas pekerja dan UMKM. Mungkin Pak Airlangga tidak terdampak, karena dari kelas pengusaha besar, yang sejak bayi istilahnya makan bersendok emas, berpendapatan tinggi.
Yang pasti kasus minyak goreng ini masyarakat luas Indonesia terdampak. Sampai detik ini masih terjadi antrean masyarakat membeli minyak goreng di berbagai penjuru Tanah Air. Mereka antrie di tengah negara yang produksi bahan minyak goreng terbesar di dunia (kemudian Malaysia).
“Ironisnya harga minyak goreng non subsidi di Indonesia sama dengan Malaysia, padahal pendapatan (PDB perkapita) rakyat Malaysia tiga kali lipat masyarakat Indonesia. Entah pemerintah Malaysia yang pandai atau pemerintah kita yang kurang pandai,” kritiknya lagi.
Kemudian kasus Jaminan Hari Tua (JHT). Tambahan alasan agar Menko Perekonomian juga dievaluasi. “Apa pemerintah benar-benar tega untuk kembali mengorbankan kaum pekerja? Setelah selama ini terus menerus hanya untungkan pengusaha besar dan kroninya di kabinet. Ingat pertambahan kekayaan pejabat selama pandemi naik lebih dari 70 persen, sementara mayoritas masyarakat bertambah miskin (Bank Dunia turunkan predikat Indonesia menjadi pendapatan menengah ke bawah),” cetusnya.