Tanah yang dijadikan jalan ternyata ada tanah yang sedianya sempat di eksekusi hingga 3 kali atas dasar putusan Mahkamah Agung 2020 dalam kasus 36 KK warga pendatang menggugat tanah tersebut, namun mereka dinyatakan kalah.
Eksekusi lahan berawal dari Tahun 2014 namun saya urungkan karena warga meminta waktu 6 bulan untuk membongkar sendiri. 17 Juli 2014 eksekusi kedua namun itupun saya urungkan karena mereka mau Peninjauan Kembali ( PK) namun PK pertama ditolak.
Hingga 3 Januari 2017 saya lakukan eksekusi, setelah pk pertama mereka di tolak, dan dalam pelaksanaan eksekusi saya libatkan pihak kepolisian 1.127 personil, 10 eksavator besar, 30 truk dan pick up serta 150 org tenaga angkut. Kenapa disaat saya eksekusi lahan tersebut , kenapa pemerintah kota Denpasar diam tidak menghalangi saya kalau memang itu tanah PT BTID pasti saya di halau ? Ungkap Ipung heran.
“Bahkan dalam beberapa pertemuan, sangat jelas menyatakan bahwa lahan tersebut tidak termasuk dalam berita acara penyerahan PT BTID kepada pemerintah kota Denpasar dan itu juga di kuatkan oleh pihak Bina Marga pada pertemuan pertama 19 Maret 2022 pasca saya blokade jalan pada pertemuan yang di lakukan dikantor lurah serangan pejabat Bina Marga mengatakan tanah ini tidak termasuk dalam SK tapi permohonan warga yang di ajukan ke musrenbang. Inikan sangat jelas,” sambung advokad Peradi tersebut.