Di antaranya telah dilaksanakan proses perdamaian antara tersangka dengan korban. Artinya, tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Alasan lainnya, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun.
Tersangka juga berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
“Sehingga tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” kata Sumedana.
Kendati demikian, penghentian proses penuntutan berdasarkan keadilan restoratif itu juga harus mempertimbangkan alasan sosiologis dan masyarakat merespon positif.
“Jika seluruh persyaratan telah dipenuhi, maka Jampidum dapat langsung memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang bersangkutan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2),” pungkas Sumedana.(Yudha Krastawan)