IPOL.ID – Masih banyak angkutan umum yang belum ramah terhadap disabilitas, perempuan hamil, anak-anak, masyarakat lanjut usia (lansia) dan orang sakit. Padahal Pasal 242 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 menyebutkan angkutan umum wajib memberikan perlakuan khusus kepada mereka.
Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum, Budiyanto mengungkapkan, bahwa dalam peraturan Perundang-Undangan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diatur tentang perlakuan khusus bagi penyandang cacat/disabilitas, lansia, anak-anak, perempuan hamil dan orang sakit.
“Perlakuan khusus di bidang lalu lintas dan angkutan jalan (transportasi) merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan perusahaan angkutan umum,” kata Budiyanto pada ipol.id, Rabu (8/2).
Dalam Pasal 242 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Ayat (1) berbunyi, pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, perempuan hamil dan orang sakit.
Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan (Pasal 242 Ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009). Namun dalam prakteknya, menurut Budiyanto, perlakuan khusus terhadap kelompok tersebut pada fasilitas publik angkutan umum, masih sering terjadi ketimpangan.
“Contohnya moda angkutan umum yang belum menyediakan quota kursi/seat untuk penyandang cacat dan fasilitas lain pendukung yang ada dalam prasarana lalu lintas dan angkutan jalan (terminal, tempat pemberhentian, akses menuju fasilitas utama, dan sebagainya),” bebernya.
Lebih lanjut, Budiyanto menekankan, kelompok yang perlu mendapatkan perlakuan khusus memiliki keterbatasan baik secara fiisik, jarak jangkauan, penilaian dan sebagainya.
“Sehingga wajar apabila pemerintah, pemerintah daerah dan perusahaan angkutan umum memberikan perlakuan khusus/kemudahan dalam hal aksesibilitas, prioritas pelayanan, dan fasitas pelayanan,” ucapnya.
Adanya ketimpangan dalam praktek di lapangan menjadi evaluasi bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. “Yang penting kedepan harus memiliki progres untuk penyempurnaan dalam menyediakan fasilitas kemudahan. Bagaimana mewujudkan sarana angkutan umum yang menyediakan fasilitas khusus untuk kelompok tersebut (Quota seat)”.
Selain itu, mewujudkan prasarana dan sarana lalu lintas dan angkutan jalan yang ramah dengan kelompok tersebut. Dengan menyediakan akses kemudahan memadai, seperti trotoar, toilet, ruang tunggu, dan sebagainya.
“Upaya maksimal merupakan bentuk respon dan tanggung jawab pemerintah dan mitranya dalam mewujudkan sarana dan prasarana dalam mewujudkan amanah Undang-Undang. Secara bertahap ketimpangan yang ada dalam praktek di lapangan harus diminimalkan atau ditiadakan dengan berusaha mewujudkan fasilitas kemudahan itu,” pungkas Budiyanto. (Joesvicar Iqbal)