“Penipuan online ini tidak menyerang sistem keamanan, namun psikologis manusia. Ciri-cirinya, penipu meyakinkan korban dengan cara dibuat senang karena menang undian, ataupun ketakutan karena penipu menyamar menjadi pihak berwenang. Jadi, masyarakat tetap harus waspada agar tidak terjebak,” terang Genesha.
Informasi yang dihimpun, menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), kejahatan siber terjadi di Indonesia mencapai 100 juta. Hingga April 2022, didominasi oleh modus meminta tebusan seperti ransomware atau malware, phishing, dan eksploitasi kerentanan.
“Kendati demikian, tingginya tingkat kejahatan siber di Indonesia masih belum diikuti tingkat literasi digital memadai,” tandasnya.
Survei Status Literasi Digital Indonesia 2022 dilakukan Kementerian Kominfo menunjukkan indeks Keamanan Digital (3,12) masyarakat Indonesia menjadi yang paling rendah di antara pilar-pilar lainnya yaitu Kecakapan Digital (3,52), Etika Digital (3,68), dan Budaya Digital (3,84).
Menyadari hal ini, Genesha menekankan menjaga keamanan di dunia siber bukanlah tanggung jawab satu pihak saja.