Prof. Dr. M. S. Tumanggor, S.H., M.Si di kesempatan itu menyanyakan tentang kaitan implementasi nilai-nilai Pancasila yang dirumuskan oleh Bung Karno terhadap rekonstruksi nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat, khususnya di Bali.
Menjawab pertanyaan itu I Wayan Sudirta membedah tentang budaya dan kearifan lokal masyarakat di Indonesia yang kemudian menjadi inspirasi dari nilai-nilai Pancasila.
“Jika hari Jumat di Jalan Diponegoro (Denpasar, Bali-red) masjidnya itu kecil. Sementara itu umat Islam di Denpasar semakin banyak. Apa yang terjadi? Masjid tidak bisa menampung, karena masjidnya dibuat ketika umat Islam di Bali masih sedikit, sekarang sudah banyak. Mereka kewalahan menyetop kendaraan yang lewat karena mereka harus sembahyang di jalanan. Tetapi orang Bali sadar sebesar apapun jalan itu, mereka (umat muslim-red) sedang sembahyang. Ini bicara Ketuhanan. Apa yang terjadi? Ketika keamanan masjid tidak mampu menghentikan orang yang lewat, polisi tidak mampu menyetop orang lewat, pecalanglah yang menyetop. Tidak ada yang berani melewati kalau Pecalang yang menyetop. Itulah budaya agama yang menurut kami adil hukum. Itu yang dimaksudkan oleh Bung Karno betapa budaya-budaya kita ini luar biasa penting dan dari sanalah nilai-nilai Pancasila itu diangkat,” urai Promovendus.