Apa yang dialami Meijaard dan banyak peneliti asing lainnya tidak luput dari perhatian Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademi (KIKA). Organisasi tersebut ikut mengoordinasikan advokasi kasus Meijaard dan kawan-kawan, baik litigasi maupun nonlitigasi, sebelum akhirnya sebuah koalisi masyarakat sipil — yang menamakan diri mereka Tim Advokasi Kebebasan Akademik — mengajukan gugatan ke KLHK di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Bertindak selaku penggugat dalam kasus itu adalah SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network) dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), kata Abdil Mughis Mudhoffir, Koordinator Badan Pekerja KIKA, sambil mengungkapkan bahwa kasus itu ditolak tanpa penjelasan memadai.
KIKA menyatakan bahwa surat dari KLHK tersebut adalah bentuk kebijakan antisains yang telah melanggar kebebasan akademik, mencederai independensi sains serta bertentangan dengan azas-azas umum pemerintahan yang baik.
“(Seharusnya) biarkan data yang berbicara, jangan kepentingan politik dan pencitraan yang menjadi driver bagaimana data penelitian itu dikemukakan ke publik. Kalau data mengatakan populasi orangutan menurun, seharusnya itu yang dikemukakan ke publik. Dengan begitu kita bisa mengambil langkah antisipatif yang lebih tepat,” kata Abdil.