Oleh: Ahmad A Hariri, Peneliti LSAK (Lembaga Studi Anti Korupsi).
IPOL.ID – Polemik di internal KPK antara Dewas dan Komisioner KPK harus segera dihentikan. Hal yang bermula atas nama penegakkan etik ini malah nampak menjadi hal tak elok di muka publik.
Keberadaan Dewas yang hadir dalam UU 19/19 sejatinya menjadi ruang chek and balace di internal KPK agar menguatkan kelembagaan dan meyakinkan masyarakat tidak ada penyalahgunaan kewenangan. Namun, tak elak, keberadaan Dewas, justru kerap dimanfaatkan oleh sebagian kelompok luar yang juga tengah bermasalah dan berkaitan hukum dengan tugas KPK.
Oleh karena itu, posisi ini harusnya sangat disadari penuh oleh Dewas KPK. Penegakkan etik harus dilaksanakan bukan hanya sekedar berdasarkan asas, aturan dan subtansi. Tapi juga mesti menimbang kontekstualitas perkara. Sebab yang sama-sama mengkhawatirkan bahkan lebih dari penegakkan pengawasan dan etik ialah; justru adanya hidden goal berupa upaya untuk melemahkan KPK dan merusak marwah KPK.
Dalam perkara polemik Dewas dan Nurul Ghufron selalu komisioner KPK saat ini, norma aturan tentang daluwarsa pada bab VIII pasal 23 dalam perdewas 04/2021, memang untuk membatasi masa pelaporan terhadap kejadian dugaan pelanggaran yang terjadi. Spirit adanya ketentuan Kadaluwarsa adalah membatasi Laporan dan Temuan untuk diperiksa lebih lanjut. Semangat pembatasan ini harus dimaknai secara berkepastian tidak boleh kadaluwarsa dimaknai dengan tak berbatas waktu. Laksana ketentuan daluwarsa makanan tentu perhitungannya sejak tanggal produksi dari pabrik bukan pada saat sampai di meja makan. Logika ini senada dengan kadaluwarsa laporan dan temuan, laporan daluwarsa nya sejak terjadi atau diketahui oleh pelapor. Sementara temuan sejak ditemukan oleh dewas.