Para kerabat berdemo di luar Kedutaan Besar AS sambil membawa foto para aktivis yang hilang dan korban pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh sejumlah anggota KOPASSUS pada 1997-1998, 27 Juli 2010. (Foto: Dita Alangkara/AP)
Kepala Divisi Pemantauan dan Impunitas Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jane Rosalina mengungkapkan klarifikasi dari Yusril tetap saja menimbulkan polemik di mata publik. Pasalnya, Yusril sempat menyatakan beberapa hal yang dinilainya bermasalah.
Pertama, katanya, terkait dengan penyelesaian kasus 1998 yang dinilai Yusril cukup sulit mengingat sudah sangat lama terjadi, sehingga masyarakat diminta tidak perlu melihat ke masa lalu. Kemudian, lanjutnya, pernyataan Yusril bahwa peristiwa 1998 bukanlah pelanggaran HAM berat karena tidak melibatkan genosida dan pembersihan etnis — meski kemudian Yusril mengoreksinya.
“Pernyataan ini menjadi sangat bermasalah karena ini menjadi bukti bagaimana negara berusaha untuk memutihkan kasus pelanggaran berat HAM yang pernah terjadi di Indonesia. Kita bisa melihat bahwa negara, lewat manifestasi dari pernyataan Yusril selaku Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan juga menjadi bentuk larinya tanggung jawab negara untuk kemudian melindungi, memajukan dan menegakkan HAM sebagaimana di dalam konstitusi tepatnya di pasal 28 I ayat 4, bagaimana wewenang negara untuk menyelesaikan , melindungi HAM setiap warga negaranya,” ungkap Jane.