Selain itu, kata Jane, pernyataan Yusril sebagai perwakilan pemerintah — meski kemudian diralat — sudah mendelegitimasi kerja Komnas HAM yang menetapkan peristiwa 1998 sebagai pelanggaran HAM berat. Menurutnya, pernyataan Yusril sebelumnya tersebut tidak hanya melukai perasaan keluarga korban, tetapi juga bentuk penyangkalan yang terorganisir yang dilakukan oleh negara.
“Padahal semestinya negara menyelesaikan kasus tersebut, juga demi kebaikan dan hak atas kebenaran bagi generasi yang akan datang. Juga generasi yang akan datang berhak untuk ada jaminan ketidak berulangan peristiwa ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang,” tuturnya.
Jane juga menilai dari pernyataan yang dilontarkan oleh Yusril menandakan pemerintah tidak memiliki komitmen kuat untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. Apalagi dalam visi dan misi program Prabowo-Gibran yang tertuang dalam program Asta Cita, sama sekali tidak mencantumkan agenda penuntasan pelanggaran HAM berat dalam rencana penegakan HAM ke depannya.