“Bagaimana caranya orang pegang golok, mengeluarkan jurus hingga kita bisa tahu silatnya apa, seperti itu. Nah yang begitu jarang sekali dipelajari,” akunya.
Aken berharap, ke depan sosialisasi golok dapat menjadi agenda besar nasional untuk mempelajari seluruh bilah. Contoh, Padang, Sumatera Barat, punya senjata tradisional Kerambit. Orang Betawi, Bandung, jarang tahu bagian golok. “Saya harap itu bisa masuk materi budaya disetiap sekolah, minimal pelajar SMP dapat edukasi,” harapnya.
Ada kebutuhan khusus, sangat teknis dalam dunia golok yang harus diketahui. Ada istilah Kenong Kumpul Kembar, menggabungkan beberapa baja menjadi satu.
Ada teknik tempa Lipat sangat populer, Kitir Aji, Sogok Rebang, Selap, Tapak Siring. “Nantinya kami sosialisasikan (golok) di bengkel golok di anjungan Provinsi DKI Jakarta, TMII,” katanya lagi.
Kedepan, bengkel golok akan menjadi tempatnya edukasi, sosialisasi bahwa golok itu tidak intimidatif. Sebagai pesilat pemegang golok sudah melewati fase bedaran. Jadi bukan lagi mengalahkan orang, tapi memiliki jiwa penolong, pengasih, pemberi, pemaaf dan menjadi seorang pemimpin, dan mengayomi, mencerminkan jati diri seorang pesilat.