IPOL.ID – Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) yang diajukan oleh tersangka kasus tindak pidana umum tampaknya tak selalu berjalan mulus.
Buktinya, restorative justice yang diajukan oleh Sardin Wangge dan I Feliks Pebri, tersangka kasus tindak pidana pemerasan asal Kejaksaan Negeri (Kejari) Barito Timur itu ditolak oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Bukan tanpa alasan, ditolaknya restorative kedua tersangka tersebut karena dinilai bertentangan dengan nilai-nilai dasar Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia.
“Tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksan Republik Indonesia,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana di Jakarta, Kamis (6/5).
Berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, salah satu syarat dikabulkannya permohonan restorative justice adalah ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun.
Hal ini tentu bertolak belakang dengan ancaman hukuman terhadap Sardin Wangge dan I Feliks Pebri yang disangka melanggar Pasal 368 Ayat (1) jo Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pemerasan. Dalam pasal tersebut, ancaman hukuman terhadap tersangka adalah selama sembilan tahun penjara.
Pasal 368 ayat (1) ini berbunyi: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Karena mendapat ancaman hukuman di atas lima tahun, maka permohonan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice oleh kedua tersangka ditolak oleh Kejagung. Proses hukum terhadap keduanya pun tetap berlanjut hingga di pengadilan.(Yudha Krastawan)