Satu sisi, jadi tantangan menyelesaikan permasalahan di dunia pendidikan, yaitu tentang kekambuhan merokok pada anak.
“Guna menekan angka prevalensi perokok di usia sekolah (SD, SMP, SMA, dan sederajat), kami telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 64/2015, bisa dijadikan acuan oleh sekolah dalam pemberian pengawasan dan sanksi tegas pada siswa”.
Selain itu, sambungnya, Dinas Pendidikan berdasarkan laporan atau informasi berhak memberi teguran atau sanksi pada kepala sekolah pelanggar kawasan tanpa rokok. Sekolah tidak boleh mencantumkan/ membiarkan spanduk, papan, iklan/reklame, atau bentuk lain dari perusahaan rokok di lingkungan sekolah.
“Semua kembali ke pelaksana sekolah, dinas dan pemerintah daerah. Jadi tantangan sosialisasi kembali ke pelaksana menerapkan dan sanksi dituliskan pada Permendikbud itu,” tukas Dian.
Aryana Satrya, Ketua PKJS-UI menambahkan, banyak faktor membuat anak akhirnya merokok kembali. Setelah sebelumnya berhenti. “Studi ini menjadi pendorong pemerintah dapat menerapkan kebijakan lain perkuat pengendalian konsumsi rokok di Indonesia menuju pencapaian target penurunan prevalensi perokok anak pada RPJMN 2024, termasuk sejalan pada kebijakan kenaikan cukai rokok di Tahun 2023 dan 2024,” ujarnya.