Oleh: Bagong Suyoto
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)
IPOL.ID – Semakin banyak organisasi mahasiswa dan pemuda peduli terhadap masyarakat rentan, terutama pemulung dan warga yang tinggal di sekitar pembuangan sampah. Salah satunya Centre for Indonesian Medical Student’ Activities (CIMSA) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Sejak akhir November 2022 mengarahkan serangkaian kegiatannya ke kelompok marjinal; pemulung dan warga sekitar TPST Bantargebang. Pada Desember 2022 melakukan interview tentang kesehatan terhadap 50 pemulung dan warga Bantargebang, lalu kunjungan ke gubuk-gubuk pemulung.
CIMSA merupakan organisasi mahasiswa kedokteran berafiliasi pada IFSA (Internasional Federation of Medical Student’ Associations) beranggota lebih dari 100 negara, di Indonesia memiliki 10.000 anggota tersebar di 27 universitas. Misinya adalah Empowering Medical Students, Improving Nation’s Health. Salah satu yang dinaungi CIMSA adalah Standing Committee on Human Rights and Peace (SCORP). SCORP punya 4 ranah kerja, yaitu perhatian kepada hak asasi manusia orang-orang kelompok rentan, hak asasi dalam memperoleh kesehatan, pengelolaan bencana, dan kesehatan pengungsi.
Pada 25 Januari 2023 CIMSA FKUI melakukan observasi dan pembuatan video berkaitan dengan aktivitas dan kesehatan pemulung. Sejumlah pemulung anak, perempuan dan pedangang di zona III dinterview. Selanjutnya melakukan interview dengan pengepul sampah tak jauh dari kantor TPST Bantargebang. Pengepul ini dulunya adalah pemulung dan naik kelas. Kini hidupnya makin mapan.
Hasil aktivitas di atas menjadi bahan diskusi dengan thema Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Rentan: Pemulung Bantargebang, 2 Februari 2023. Bagian dari project HEAR: Health Rights for The Marginalized. Selanjutnya diskusi public “Problematika Pengelolaan Limbah Medis di TPST Bantargebang, 4 Februari 2023. Terakhir penyuluhan dan pemeriksaan Kesehatan pemulung dan warga di Sekolah TK Pelangi Semesta Alam di Kelurahan Sumrubatu, 5 Februari 2023. Pemeriksan kesehatan terhadap 30 anak, 50 orang dewasa. Kegiatan terakhir tersebut diikuti sebanyak 40 orang panitia, anggota dan dokter.
Berkaitan dengan Diskusi Public tentang Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Rentan: Pemulung Bantargebang menghadirkan dua pembicara utama, yaitu Julius Ibra Ketua Perhimpunan Hukum dan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan Bagong Suyoto Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI), juga Koalisi Persampahan Nasional (KPNas).
Berikut ini materi saingkat disampaikan Bagong Suyoto tentang “Sekilas Hak-Hak Kesehatan Pemulung dan Warga Sekitar TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu, Kota Bekasi”. Bagi pemulung dan orang miksin tidak mudah mendapatkan hak-hak asasi dasar, seperti hak kesehatan, hak pangan yang cukup, hak pendidikan, dll. Meskipun sudah diakui oleh PBB mengenai Deklarasi HAM tahun 1948, UUD 1945, UU tentang HAM, dll. Semua harus diperjuangkan dengan keras agar para pengambil keputusan dan pemerintah mendengar, mengimplementasikan, melayani, memenuhi dan melindunginya.
Sampai saat ini pemulung hidup dalam gubuk-gubuk petak yang dibangun dari bahan-bahan bekas seperti kardos, triplek, kayu, bambu, seng, karung bodol, terpal bekas. Mereka hanya mengandalkan material yang ada di sekitarnya. Atapnya dari terpal bekas, seng bekas, atau material lain yang ditindih dengan ban-ban bekas agar tidak disapu angin. Lantainya dialasi plastik atau karpet bekas yang dipungut dari TPST/TPA. Para pemulung tinggal dalam pemukiman tercemar sampah. Yang menyedihkan, mereka tinggal pada lokasi rawan banjir. Bahkan sejumlah gubuk pemulung nyaris ditelan air hujan bercampur leachet. (Bagong Suyoto, Potret Kehidupan Pemulung, 2015).
Hidup pemulung dalam pemukiman kumuh dengan sanitasi buruk dan lingkungan tercemar, apalagi kekuarangan pangan, air bersih, udara bersih dan layanan kesehatan merupakan musibah kemanusiaan. Akarnya adalah kemiskinan absolut dan struktural. Biasanya antara kemiskinan dan pencemaran lingkungan memiliki kaitan yang erat. Setidaknya kaum miskin cenderung hidup dalam pemukiman kurang sehat, lebih-lebih mereka yang tinggal di pinggiran kota dan kisaran TPA sampah. Prof. Robert D. Bullard, Ph.D dari Environemntal Justice Resource Center, Clark Atlanta University, USA dengan sangat jelas membuat hubungan-hubungan tersebut.
Berdasar identifikasi dan temuan lapangan tentang kondisi kehidupan pemulung di kawasan TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu dan sekitar diantaranya: Pemulung bekerja di pembuangan sampah merupakan tempat tercemar; Sebagian pemulung dan tukang sortir bergelut dengan limbah medis dan limbah B3; Pendidikan rendah; buta tentang kebijakan, hukum dan hak asasi manusia (HAM); hidup dalam kemiskinan laten dan struktural; pendapatan kecil; hidupnya tergantung pada bos/lapak; terjerat rente (bunga pinjaman 10-20%/bulan); pemukiman kumuh, sanitasi buruk dan lingkungan tercemar.
Selanjutnya, gubuk pemulung riskan terbakar; ada yang tidak punya identitas; tidak dapat suplai air bersih; MCK seadanya; ketahanan pangan ringkih; guna pertahankan pangan mengais sisa-sisa makanan di TPST/TPA; kesehatan terancam; sebagian pemulung belum punya BPJS kesehatan, berobat ke rumah sakit sulit; jika mati cari tempat pemakaman sulit; anak-anak ikut mengais sampah membantu orang tua; ditransfer kemiskinan orangtuanya; tempat bermain anak rawan dan tercemar.
Urutan penyakit yang terdapat di Sumurbatu sbb: Pertama, ISPA; ialah penyakit yang dibawa virus/bakteri, berasal dari udara relatif kotor. Udara kotor berasal dari TPST/TPA. Kedua, Alergi kulit; sifatnya bisa indogen, bisa exogen seperti kondisi air, kebersihan, lingkungan rumah, dsb. Ketiga, Infeksi kulit; penyakit ini seperti kutu air. Banyak menyerang saat musim penghujan, dan lingkungan sampah yang tergenang air.
Kempat, Infeksi paru-paru (terselubung); penyakit ini secara spesifik merupakan TBC yang dibuktikan dengan rontogen. Gejala-gejala penyakit TBC, yakni adanya batuk-batuk, batuk darah lebih-lebih malam hari, berat badan turun, status gizi rendah. Kelima, Mencret-mencret (muntaber): penyakit ini dialami penderita terutama pada saat musim penghujan datang disebabkan salah makan atau air minum kotor. Atau akibat stamina tubuh lemah, capek. Kenam, Pusing kepala; disebabkan tidak seimbangnya suhu badan dan lingkungan sekitar. Mungkin habis kehujanan, kondisi tubuh lemah, dsb. (Data Pustu Sumurbatu Januari 2001-April 2002).
Berikutnya, ada 20 penyakit terbesar di UPTD Kecamatan Bantargebang tahun 2017. Penyeakit tersebut, yaitu rangking pertama diduduki ISPA; Dispepsia; Demam yang tidak diketahui; Diare dan Gastroenteritis; Faringitis Akuta; Myalgia; Hipertensi Primer (esensial); Migren dan sindrom nyeri kepala; Artritis lainnya; Gastritis dan duodenitis; Diabetes Mellitus tidak spesifik; kunjungtivitis; Nasofaringitis Akuta (Common Cold); Tonsilitis Akuta; Gangguan lain pada kulit; Pneumonia; Abses; Furunkel; Karbunkel Futan; Varisela/Cacar air; Dermatitis Kontak, dan Rematisme tidak spesifik.
Penyakit-penyakit di atas bila tidak ditangani segera secara medis akan semakin akut dan akibatnya fatal, bisa menyebabkan kematian. Banyak pemulung Ketika sakit tidak cepat periksa ke dokter, Puskemas, klinik atau rumah sakit dengan berbagai alasan. Mereka cukup minum obat yang dibeli dari warung. Kecuali kali sudah akut, parah baru ke dokter atau rumah sakit. Bagi yang penyakitnya parah, harus operasi, pemulung kesulitan biaya, padahal untuk hidup sehari-hari sudah susah. Ada beberapa kasus, akhirnya menerima kematian.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Pemerintah Kota Bekasi berkaitan dengan perlindungan dan pemulihan lingkungan hidup serta kesehatan semakin tampak dan dirasakan manfaaatnya belakangan. Diantaranya pembangunan Puskesmas Rawat Inap (4 kelurahan: Cikiwul, Ciketingudik, Sumurbatu dan Bantargebang) dan Rumah Sakit; Pemberian Kartu BPJS Ketenagakerjaan/Kesehatan bagi 4.000 pemulung; Santunan kecelakaan parah di tempat kerja (TPA/TPST); Beri kompensasi Rp 400.000/KK/bln, sebanyak 24.000 KK; Penyediaan mobil ambulan di 4 kelurahan dan kantor TPST; Perlindungan dan pengelolan lingkungan hidup (operasional IPAS, sumur pantau, konservasi kali Ciketing, Kali Asem, Kali Pedurenan, penghijauan, dst.); Pembangunan IPAS Induk di sebelah utara TPA Sumurbatu.
Namun demikian, masih ada pemulung yang belum punya identitas (KTP/KPK), tidak punya BPJS, hak-hak kesehatan mereka belum terpenuhi secara layak. Sebab hak-hak yang paling dasar itu berkaitan dengan kecupukan pangan, sandang, papan, pendidikan, pelayanan air bersih dan hajat hidup lainnya. Hampir sebagian besar pemulung hidup miskin dan kesehatannya terancam karena tempat kerja dan pemukiman tercemar berat. Siapa yang bisa melepas jerat belenggu pemulung tersebut?! (Peri)