IPOL.ID – Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa dua saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023.
Kedua saksi tersebut adalah EHM selaku Tim Leader PT Harawana Consultant dan SMS selaku Direktur PT Harawana Consultant.
“Kedua saksi (EHM dan SMS) diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dimaksud atas nama tersangka NSS, tersangka AGP, tersangka AAS, tersangka HH, tersangka RMY, tersangka AG dan tersangka FG,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana di Jakarta, Rabu (24/1/2024).
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” sambung Sumedana.
Tersangka NSS merupakan Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016 sampai 2017, AGP selaku Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai 2018 dan AAS selaku Pejabat Pembuat Komitmen.
Sedangkan HH selaku Pejabat Pembuat Komitmen, RMY selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Konstruksi tahun 2017, AG selaku Direktur PT DYG/konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan serta FG selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya (TPMJ).
Sebagaimana diketahui, proyek pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa tahun 2017-2019, memakan anggaran negara sebesar Rp1,3 triliun.
Namun para tersangka itu diduga malah melakukan penyimpangan demi mendapatkan keuntungan pribadi. Di antaranya dengan mengondisikan paket-paket pekerjaan, sehingga pelaksanaan lelang paket pekerjaan sesuai dengan kehendaknya.
“Akibatnya secara teknis proyek tersebut tidak layak dan tidak memenuhi ketentuan karena sama sekali tidak dilakukan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan, serta tanpa adanya penetapan trase jalur Kereta Api oleh Menteri Perhubungan,” kata Sumedana.
Pun besar kemungkinan proyek tersebut tidak dapat digunakan sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.
“Tidak menutup kemungkinan proyek ini dikategorikan sebagai total loss karena tidak dapat digunakan sama sekali,” pungkas Sumedana. (Yudha Krastawan)