Oleh: Sani Ichsan
Alumni Hima Persis
IPOL.ID – Ada hikmah dibalik keputusan strategis yang diambil Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono perihal digesernya Marullah Matali dari jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) menjadi Deputi Gubernur DKI Bidang Budaya dan Pariwisata pada Jumat (2/12/2022) sore.
Betapa tidak, keputusan itu menuai polemik terutama dari sebagian masyarakat Betawi lantaran Heru dianggap tidak menghormati masyarakat Betawi dimana selama beberapa periode, kedudukan Sekda selalu diisi oleh putra terbaik Betawi.
Berbagai komentar pedas pun bermunculan atas sikap Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) itu. Namun, Heru Budi Hartono tidak sedikit pun ‘buang badan’ menghadapi riak yang diprediksi sebagian orang akan menjadi gelombang.
Minggu (4/11), saya berkesempatan berbincang dengan salah satu sumber yang boleh dibilang sangat dekat dengan pribadi Heru Budi Hartono.
Saya pun mencoba mengonfirmasi perihal pergeseran Marullah karena melihat adanya protes yang dilayangkan menanggapi penggeseran Marullah Matali.
Dari perbincangan santai itu, disimpulkan bahwa Heru Budi Hartono tidak sedikitpun punya niat untuk mengerdilkan peran Marullah Matali.
Malah, katanya, Heru Budi Hartono ingin Marullah Matali punya peran lebih besar serta bisa mendampinginya dalam mengakselerasi agenda prioritas Jakarta.
“Setahu saya Mas Heru sangat ta’dzim dan hormat betul kepada para tokoh, apalagi ini dari Betawi. Rasanya enggak mungkin Mas Heru gak perjuangin masyarakat Betawi,” begitu kata sang sumber saat itu.
Memang, sejak ba’da prosesi pelantikan hari jumat itu, terpantau dari sejumlah pemberitaan media online, sosial media dan group WhatsApp, hembusan protes terhadap Heru kian membesar.
Senin (5/12) Heru pun akhirnya buka suara agar tidak terjadi salah paham dan memastikan bahwa Marullah Matali diposisikan pada Maqom (tempat) terhormat. Ia menyampaikan tahun 2023, Jakarta akan menghadapi sejumlah agenda internasional.
Heru Budi Hartono ingin posisi Marullah Matali lebih strategis bekerja layaknya Wakil Gubernur untuk mendampinginya mengurus Jakarta. Heru yakin, kapasitas Marullah akan lebih gesit dan lincah di posisi barunya itu.
Sebelum rapat internal di Balai Kota hari senin tersebut, Heru Budi Hartono mengatakan sudah menyerahkan Surat Keputusan Presiden Nomor 139/TPA Tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya Pemprov DKI kepada Marullah Matali.
Dari informasi didapat pada hari Senin itu juga, sejumlah tokoh Betawi pun akan mendatangi Balai Kota DKI Jakarta, tempat Heru Budi Hartono berkantor. Terkait kapan dan apa agendanya, informasi kala itu masih simpang siur.
Saya mencoba mengonfirmasi beberapa teman soal rencana kedatangan para tokoh Betawi tersebut. Namun, tidak mendapatkan jawaban pasti atas hal itu.
Selasa (6/11), saya menerima kabar bahwa sejumlah tokoh sudah berada di Balaikota DKI Jakarta untuk bertemu Pj Gubernur DKI. Rupanya, yang datang adalah Bamus Betawi dan Bamus Betawi 1982.
Betul sekali, organisasi besar masyarakat Betawi yang mengalami pergesekan internal sejak 2018 lalu, jaman Gubernur DKI Anies Rasyid Baswedan.
Rasa penasaran pun kian menyeruak, ada persoalan apa sebenarnya sehingga sesepuh Betawi harus turun gunung menemui Heru Budi Hartono?
Terlebih, waktu bersamaan muncul selentingan bahwa masyarakat Betawi marah, bahkan katanya ada yang sudah menyusun agenda untuk menggeruduk Balai Kota.
Namun sesaat kemudian, suasana kembali sejuk setelah mendapat informasi bahwa pengurus Bamus Betawi dan pengurus Bamus Betawi 1982 datang untuk silaturahmi (audiensi).
Bahkan, kedua kubu itu menyatakan berdamai dihadapan Pj Gubernur DKI serta akan segera menyiapkan agenda deklarasi nama baru atas bersatunya lagi Bamus Betawi.
Dering WhatsApp pun bersahutan berbagai kalangan menyampaikan ungkapan syukur dan takjub atas merekatnya kembali organisasi induk terbesar masyarakat Betawi ini.
Tidak hanya itu, pujian pun berdatangan untuk Heru Budi Hartono yang dianggap bisa menengahi dan meyelesaikan konflik organisasi adat warga asli Jakarta yang terjadi selama ini. Betul sekali, selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa dan dengan bersatunya organisasi ini, Jakarta akan menjadi kota yang harmonis.
Meski demikian, tower informasi yang menyampaikan suara penolakan masih sayup-sayup terdengar. Kini bergeser, dari semula penolakan masyarakat Betawi, menjadi soal batasan kewenangan.
Rentetan pasal demi pasal dari regulasi yang mengatur soal kedudukan Sekda dan kewenangan PJ Gubernur pun dimuntahkan dari senjata politik sebagian kecil kalangan.
Wajar, namanya juga politik reformatif. Kalau tidak dinamis, bukan demokrasi namanya. Tapi pun begitu, Heru akan tetap fokus pada misinya menuntaskan agenda utama yaitu soal banjir, macet dan tata ruang.
Betul, Heru Budi Hartono bukan dipilih langsung oleh rakyat. Diakui juga bahwa Heru hanya menjalankan kekuasaan pada masa kekosongan setelah ditinggal Gubernur sebelumnya.
Tapi penting diingat, Heru Budi Hartono bukan orang baru di Jakarta, bukan juga orang baru dilingkup Pemprov DKI. Karirnya tumbuh besar di dalam berbagai karakter pemimpin Jakarta sehingga dia terbekali berbagai gagasan para pendahulunya.
Menariknya, Heru punya ciri khas sendiri. Selama mengabdi di Jakarta, Ia bergaul dengan berbagai corak dan tipikal kepemimpinan sehingga terbentuk model kepemimpinan yang khas pada dirinya.
Dia ramah, luwes, santun tapi tegas, punya wibawa dan pekerja keras. Heru mewarisi tipikal pemimpin dari beberapa generasi. Dia pun visioner sehingga tahu harus berjalan dengan siapa dan bergerak seperti apa untuk membangun Jakarta dua tahun ke depan.
Satu lagi, Heru punya peran strategis karena dia masih sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) eselon I Kasetpres RI. Artinya, Heru bisa diandalkan untuk menjadi katalisator dalam mewujudkan Jakarta jadi kota bisnis kelas dunia yang aman dan nyaman bagi warganya.
Sukses Jakarta untuk Indonesia! (peri)