IPOL.ID – Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Tambang (KSST) tidak mempermasalahkan bantahan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana yang mendalilkan pelaporan terhadap Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah adalah keliru.
“Kami memiliki bukti dan alasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memasukan nama Jampidsus Febrie Adriansyah sebagai salah seorang yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Sugeng Teguh Santoso, yang juga Ketua Indonesia Police Watch (IPW) kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/5/1024).
“Sebagai pelapor kami minta KPK memeriksa secara intensif, menyeluruh dan mendalam atas kebijakan PPA Kejagung RI yang menunjuk KJPP Tri Santi & Rekan untuk membuat appraisal atas saham PT Gunung Bara Utama (PT GBU) yang didalilkan hanya bernilai Rp1,945 triliun. Padahal KJPP Tri Santi & Rekan tidak memiliki kapabilitas dan pengalaman dalam membuat appraisal tambang,” imbuhnya.
Sugeng memaparkan, hal tersebut tergambar dari rekaman jejak data klien KJPP Tri Santi & Rekan sepanjang tahun 2023-2024, tidak satu pun yang terkait dengan tambang. KJPP ini hanya berpengalaman membuat appraisal perusahaan perdagangan umum seperti antara lain PT Indotruck Utama, Indojaya Tata Lestari, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk, PT Wahana Rejeki Mobilindo Cire, PT Indomatsumoto Press & Dies Industri, PT Rodamas Makmur Motor.
“Malahan apabila mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik, KJPP Tri Santi & Rekan diduga tidak memiliki kewenangan untuk membuat appraisal tambang,” jelasnya.
“KPK harus menelisik siapa sebenarnya yang memesan KJPP Tri Santi & Rekan yang tidak memiliki kapabilitas tersebut untuk membuat appraisal saham PT GBU, yang bergerak dalam bidang pertambangan batubara“ tukasnya.
Sugeng membantah keras pernyataan Kejagung RI yang menyatakan lelang pertama tanggal 21 Desember 2022 dengan harga limit sebesar Rp3.488.000.000.000,- (tiga triliun empat ratus empat puluh delapan miliar) gagal, lantaran tidak ada peminatnya.
Dari hasil Dialog Publik yang diselenggarakan KSST tanggal 15 Mei 2024 terungkap, PT GBU memiliki fasilitas pertambangan dan infra struktur hauling road, berdasarkan Laporan Keuangan, Audited KAP Anwar & Rekan per-31 Desember 2018 bernilai Rp 1,770 Triliun. Nilai fasilitas pertambangan dan infra struktur bertambah besar, lantaran pada tanggal 5 Juli 2019, Adaro Capital Limited memberikan pinjaman dana sebesar Usd 100 juta dan/atau setara Rp. 1,4 Triliun kepada PT. GBU melalui PT TRAM Tbk, untuk membangun jalan hauling dari PT GBU menuju wilayah kerja tambang milik Adaro Group.
“Sehingga berdasarkan fakta ini nilai total pembiayaan fasilitas pertambangan dan infra struktur milik PT GBU adalah sebesar Rp 3,170 Triliun. Nilai total keekonomian dan/atau nilai pasar wajar (fair market value) 1 (satu) paket saham PT. GBU sebesar Rp 12 Triliun adalah logis dan rasional. Kendati lelang menganut prinsip obyek yang dilelang dalam kondisi apa adanya (as is), dengan segala cacat/resiko fisik maupun non fisik. Maupun konsekuensi biaya tertunggak yang sudah ada maupun yang akan ada diatas obyek lelang. Sedangkan Kajari Kab. Kubar, Bayu Pramesti saat melakukan penyitaan asset di lapangan pada tanggal 15 Mei 2023 menyebutkan nilai aset PT GBU sebesar Rp10 triliun,“ ujarnya.
Kelompok Adaro Group adalah menjadi pihak yang paling berkepentingan dibalik peminjaman dana USD 100 juta tersebut, lantaran mempunyai potential target membawa batubara melewati jalan hauling PT GBU sebanyak 600.000.000 MT, batubara yang bersumber dari: PT MC, PT LTC, PT JY, PT PPM, dan PT BAKJ. Nilai bisnis yang menjadi ekspetasi Adaro Group dengan potential target membawa batubara melewati jalan hauling PT. GBU sebanyak 600.000.000 MT adalah bernilai sebesar Rp73,8 triliun.
Merujuk pada fakta Adaro Group sebagai pihak yang paling berkepentingan dan memiliki minat yang tinggi dibalik peminjaman dana USD 100 juta kepada PT GBU tersebut maka adalah tidak masuk diakal apabila ada yang berpendapat lelang saham PT GBU tidak ada peminatnya. Kami memiliki informasi setidaknya ada 3 penawar lain yang minat dengan nilai penawaran sekitar Rp 4 Triliun. Namun konon ditolak oleh oknum pejabat tinggi Kejagung. Nanti kami minta agar 3 penawar ini diperiksa KPK. Untuk membuat terang apa yang menyebabkan ketiga penawar itu tidak dapat ikut lelang. Dengan demikian lelang ulang itu diduga sebagai modus atau akal-akalan untuk dapat merendahkan (mark down) harga limit lelang dari sebesar Rp. 3.488.000.000.000,- (tiga triliun empat ratus empat puluh delapan miliar), menjadi Rp 1,945 triliun,” tukasnya lagi.
Sebelumnya, Kejagung menilai laporan Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) terhadap Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) erkait dugaan kejanggalan pada pelelangan saham PT Gunung Bara Utama (GBU) adalah keliru.
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana menyebut pelaksanaan proses lelang dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset Kejagung dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada Kementerian Keuangan Negara dan bukan kewenangan Jampidsus.
“Adanya proses pelelangan terkait aset PT PBU setelah ada putusan pengadilan MA di 24 Agustus 2021 itu seluruhnya diserahkan ke PPA, jadi tidak ada pelaksanaan lelang oleh Pak Jampidsus, jadi kalau ada pelaporan ini keliru. Seluruhnya diserahkan kepada PPA dan pelelangannya diserahkan kepada Dirjen KLN di bawah Kementerian Keuangan,” tegas Ketut Sumedana, di Kejagung, Jakarta Selatan, seperti dikutip Rabu (29/5/2024).
Adapun kronologinya, PT GBU awalnya akan diserahkan ke Bukit Asam yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi ditolak karena perusahaan PT GBU memiliki banyak masalah seperti utang dan banyaknya gugatan.
Kejaksaan Agung melalui Jampidsus kemudian melakukan proses penyidikan yang disusul oleh upaya gugatan keperdataan dari PT Sendawar Jaya dan Kejagung kalah dalam gugatan tersebut. Namun demikian, Kejagung memenangkan gugatan pada tingkat banding.
“Setelah dilakukan satu proses penyidikan tiba-tiba ada gugatan keperdataan dari PT Sendawar Jaya. Gugatan keperdataan, dikalahkan kita. Artinya, uang yang sudah diserahkan hasil lelang itu mau diserahkan kepada PT Sendawar Jaya sehingga kita prosesnya berlangsung di Pengadilan Tinggi. Karena ada upaya hukum, ternyata mereka dikalahkan,” ujar Ketut.
Atas kemenangan pada tingkat Pengadilan Tinggi itu, Kejaksaan Agung kemudian meneliti berkas dalam gugatan tersebut. Saat itu, Kejagung menemukan dokumen palsu sehingga ditetapkanlah Ismail Thomas sebagai tersangka yang kini sudah diadili.
Ketut lebih lanjut menerangkan bahwa proses pelelangan PT GBU ini dilakukan penilaian dalam 3 Appraisal. Pertama, terkait dengan aset atau bangunan alat bangunan yang melekat pada PT GBU dengan nilai kurang lebih Rp 9 miliar. Kemudian ada juga perhitungan oleh Appraisal yang kedua terkait dengan PT GBU dengan nilai Rp 3,4 triliun.
“Dari kedua Appraisal dilakukan satu proses pelelangan pertama, tetapi satu pun tidak ada yang menawar,” ucap Ketut.
Dengan demikian, Ketut membantah adanya kerugian sebesar Rp 9 triliun dari proses pelelangan tersebut karena tidak ada yang melakukan penawaran terhadap Appraisal senilai Rp 9 triliun tersebut. (Msb/Yudha Krastawan)