Kasus pertanahan terjadi saat masyarakat yang mengokupasi tanah tersebut memohon untuk dilakukan sertifikasi karena merasa sudah lama menguasai tanah tersebut, namun diketahui bahwa tanah yang dimohon oleh masyarakat tersebut ternyata sudah ada sertipikat yang terbit milik orang lain.
“Dalam hal ini kantor pertanahan sebagai lembaga yang telah menerbitkan sertifikat dituntut oleh pemilik tanah yang notabene tidak pernah menguasai dan menjaganya, untuk berpihak padanya, di sisi lain masyarakat yang merasa telah menguasai tanah tersebut bertahun tahun dan turun temurun menuntut hak untuk diberikan legalisasi terhadap penguasaannya,” papar Hodidjah mendampingi Kepala BPN Kota Depok Indra Gunawan.
Ditambahkannya, kasus pertanahan juga tidak terlepas dari campur tangan para mafia tanah. Mafia tanah tidak terlihat tapi dapat dirasakan.
“Mereka justru bermain pada bidang-bidang tanah yang memang bersengketa. Para mafia tanah ini terdiri dari berbagai kalangan dan oknum aparat yang berhubungan dengan pengurusan sertifikat,” terangnya.